Tahapan Pemanenan di Hutan Alam
A. Defenisi Pemanenan di Hutan Alam
Pemanenan di hutan alam dilakukan dengan berbagai tahap sampai hasil panen tersebut dapat di keluarkan dari dalam hutan. Pemanenan kayu adalah serangkaian kegiatan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan (Conway, 1982). Selain itu, Suparto (1982) berpendapat bahwa pemanenan kayu adalah suatu rangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomassa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga memberi manfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat.
Sedangkan pemanenan hasil hutan merupakan usaha pemanfaatan kayu dengan mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai peruntukannya (Mujetahid, 2010). Kegiatan pemanenan di hutan alam bermaksud untuk memanfaatkan hasil hutan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi serta aspek sosial dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk industri stabil, membuka peluang kerja, meningkatkan ekonomi lokal serta regional bahkan nasional.
Adapun tahapan-tahapan pemanenan di hutan alam terdiri dari beberapa bagian yang akan diuraikan seperti di bawah ini:
1. Perencanaan Pemanenan
Perencanaan pemanen merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan di masa mendatang yang diatur berdasarkan tahapan pemanenan yang lebih efisien dengan teknologi yang telah ditentukan dan dilaksanakan pada saat yang ditetapkan untuk mengeluarkan kayu dari hutan (Staaf dan Wiksten, 1984). Perencanaan pemanenan hutan alam terdiri dari:
a. Persiapan Lokasi Penebangan
Persiapan lokasi ini bertujuan supaya proses penebangan sampai pembuatan takik dapat dilaksanakan secara lancar. Persiapan lokasi ini meliputi berbagai tahap yakni:
- Penataan areal kerja (PAK), yaitu menata areal kerja pada blok kerja tahunan dengan maksud untuk menghindari adanya penebangan di luar blok yang telah disahkan sesuai dengan peraturan yang ada.
- Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP), yaitu melakukan pendataan terhadap semua tegakan yang terdapat di dalam blog sehingga potensi kayu di areal kerja dapat diketahui. Pendataan tersebut meliputi pohon yang ditebang (Ø > 50 cm), pohon dilindungi, da pohon inti (Ø 20 - 50 cm).
- Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), yakni menyediakan lokasi tempat penimbunan kayu sampai pondok kerja yang dilakukan setahun sebelum kegiatan penebangan.
- Pembagian Blok Kerja, yakni dilakukan secara sistem undi untuk menghindari adanya anggapan yang tidak membangun. Pembagian ini bertujuan supaya bahaya kecelakaan kerja dapat dicegah.
- Pemasangan Tanda Daerah Penebangan, yakni bertujuan untuk memberitahukan adanya kegiatan penebangan di lokasi yang dimaksud.
- Penunjukan Lokasi Blok Kerja, yakni memberitahukan batasan-batasan lokasi penebangan yang dilakukan oleh pengawas penebangan atau mandor.
b. Persiapan Pelaksanaan Penebangan
Persiapan pelaksanaan penebangan terdiri dari beberapa tahap yakni:
- Tenaga Pelaksanaan Penebang, yakni ditentukan oleh medan dan potensi yang ditebang di setiap lokasi dengan maksud apabila potensi kayu dan kondisi medan kerja memiliki topografi yang berat maka akan dilakukan oleh dua regu. Sedangkan potensi kayu atau kondisinya mudah maka cukup dilakukan oleh satu regu. Satu regu biasanya terdiri dari 2 orang yakni penebang dan penolong penebang.
- Pelaksanaan Penebangan, yakni melakukan penebangan pohon yang telah memenuhi syarat untuk ditebang yang telah ditandai pada saat inventarisasi tegakan sebelum penebangan.
2. Pemilihan Pohon Yang Ditebang
Pemilihan pohon yang ditebang dilakukan dengan mengecek kondisi kelayakan suatu pohon untuk ditebang. Pengecekan kondisi kelayakan ini dilakukan dengan melihat ciri-ciri pohon yakni batang lurus, silidris, dahan tidak ada yang mati atau kering, adanya gerowogan atau tidak di dalam kayu dengan memukul batang menggunakan parang atau ditusuk, dan melihat serbuk kayu dengan menggergaji secara membujur. Setelah itu penolong penebang membersihkan sekitaran pohon dari berbagai semak dan tumbuhan pengganggu lainnya. Apabila telah sesuai untuk ditebang maka pohon tersebut akan masuk ke dalam pohon yang siap ditebang yang nantinya akan dilaksanakan oleh regu tebang tersebut dan sarat sesuai dengan peraturan yang diterapkan (Muhdi, 2009).
3. Penentuan Arah Rebah
Penentuan arah rebah dilakukan untuk menghindari kerusakan kayu, mempermudah proses pembagian batang dan penyaradan, kerusakan tegakan (pohon inti, pohon dilindungi, dan permudaan komersial lainnya). Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan arah rebah adalah:
- Topografi lapangan
- Kondisi tajuk
- Arah angin
- Arah penyaradan
4. Membuat Takik Rebah
Takik rebah merupakan kuakan yang dibuat pada pangkal pohon untuk menghilangkan kekuatan pohon pada bagian tersebut dan meningkatkan kecenderungan pohon untuk rebah ke arah takik tersebut. Takik rebah biasanya dibuat setinggi 20 cm dari atas banir pohon. Takik rebah ini secara umum terdiri dari dua takik yakni takik rebah biasa dan takik rebah humbolt.
5. Membuat Takik Balas
Takik balas dibuat dengan gergaji mesin mendatar dan bidangnya lebih tinggi 1/10 diameter pohon, hal ini penting untuk mencegah tendangan atau loncatan ke belakang yang bisa membahayakan penebang pada waktu pohon tersebut roboh. Misalnya pohon berdiameter 60 cm, takik rebah dibuat setinggi 6 cm dari takik rebah. Membuat takik balas, diusahakan jangan sampai ujungnya bertemu atau tembus dengan ujung takik rebah, karena bisa membuat kayu berputar dan arah rebahnya berubah. Usahakan ujung kedua takik tersebut ada jarak yang berfungsi sebagai engsel (holding wood). Engsel berperan dalam merubah arah rebah dan mencegah kayu berputar baik pada pohon yang berdiri tegak atau miring.
6. Pelaporan
Pelaporan hasil kegiatan penebangan dilakukan setiap hari selama kegiatan penebangan berlangsung yang dilaksanakan oleh mandor tebang atau pengawas penebangan. Pelaporan yang dibuat oleh mandor tebang atau pengawas penebangan sederhana saja, meliputi jumlah dan jenis pohon yang ditebang dan pohon yang tidak di tebang walaupun sudah diberi label pada waktu ITSP yang disebabkan pecah, gerowong, dan lain-lain serta luas areal yang sudah ditebang.
Pustaka:
Conway S. 1982. Timber Cutting Practices.
Principle of Timber Harvesting Revised. Miller Freeman Publication, Inc. New
York
Muhdi. 209. Dampak Pemanenan Kayu Dengan
Teknik Reduced Impact Logging Terhadap Kerusakan Tegakan Sisa Di Hutan Alam. Berk. Penel. Hayati 15: 77-84
Mujetahid A. 2010. Analisis biaya
penebangan pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone. Perennial. 6 (2): 108-115.
Staff, K. A. G. And N. A. Wiksten. 1984.
Tree Harvesting Techniques. Martinus Nijhoff/D. R. W. Junk Publisher. Dondrecht
Netherland.
Suparto RS. 1982. Pemanenan Hasil Hutan.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor