Faktor Biotik Perusak Kayu
Faktor biotik (biologis) perusak kayu merupakan faktor yang berasal dari makhluk hidup (organisme) sehingga menyebabkan kerusakan pada kayu. Faktor biotik ini sebagai salah satu penyebab kerusakan kayu tertinggi apabila dibandingkan dengan faktor lainnya. Organisme yang termasuk ke dalam faktor biotik perusak kayu terdiri dari empat bagian yaitu bakteri, cendawan (jamur), bor laut (marine borer), dan serangga (Bowyer et al., 2003).
1. Bakteri
Bakteri merupakan salah satu faktor biotik perusak kayu dengan melakukan penggoresan pada dinding sel dan membuat terowongan pada kayu (Zabel dan Morrel, 1992). Serangan bakteri terjadi pada kayu yang tidak kering (basah) maupun kayu yang baru ditebang. Hal ini dikarenakan pada kayu yang basah terdapat cadangan makanan yang akan menjadi substrat untuk pertumbuhan bakteri (Muin, et al., 2009).
Selain penggoresan pada dinding sel, bakteri juga sebagai indikator terjadinya pelapukan biologis pada kayu. Hal ini dapat terjadi apabila bakteri telah menempel pada kayu dan melapisi permukaan kayu maka organisme lain seperti avertebrata yang mampu merusak dan memakan permukaan kayu akan menempel pada kayu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri sebagai dasar dari terjadinya metamorfosis pada avertebrata (Nurhatika & Nurhayati, 2009).
2. Cendawan (Jamur Perusak Kayu)
Cendawan merupakan makroorganisme yang dapat digolongkan menjadi tiga bagian yakni berdasarkan sifat perkembangan di dalam kayu serta bentuk kerusakan yang ditimbulkannya (Tobing, 1977). Jenis-jenis cendawan tersebut adalah cendawan perusak (destroyer fungi), cendawan permukaan (surface fungi), dan cendawan pewarna (stain fungi) (Rettob, 1982).
Pertama, cendawan perusak dapat merubah fisik dan kimia kayu dengan melakukan penyerangan pada bagian dinding sekunder sel-sel kayu, lignin, dan sellulosa. Akibat dari serangan cendawan tersebut adalah terjadinya pelapukan (decay) pada kayu (Zabel dan Morrel, 1992). Jamur (cendawan) pelapuk kayu adalah golongan jamur yang dapat merombak selulosa dan lignin sehingga kayu menjadi lapuk serta kekuatan serat elastisitasnya turun dengan cepat.
Pertama, cendawan perusak dapat merubah fisik dan kimia kayu dengan melakukan penyerangan pada bagian dinding sekunder sel-sel kayu, lignin, dan sellulosa. Akibat dari serangan cendawan tersebut adalah terjadinya pelapukan (decay) pada kayu (Zabel dan Morrel, 1992). Jamur (cendawan) pelapuk kayu adalah golongan jamur yang dapat merombak selulosa dan lignin sehingga kayu menjadi lapuk serta kekuatan serat elastisitasnya turun dengan cepat.
Jamur pelapuk kayu memiliki kemampuan untuk merusak lignin dan selulosa penyusun kayu dengan mengurai kayu tersebut melalui proses enzimatik dari bentuk yang kompleks menjadi lebih sederhana. Hal tersebut menyebabkan bobot kayu menurun dari bobot awalnya. Besarnya nilai penurunan bobot akibat serangan jamur dalam waktu tertentu menunjukkan tingkat penyerangan jamur terhadap kayu tersebut (Herliyana et al, 2011).
Kedua cendawan permukaan merupakan dasar dari serangan cendawan perusak. Cendawan permukaan melakukan serangan di permukaan kayu dengan memakan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam lumen sel.
Selanjutnya, cendawan pewarna atau sering disebut cendawan noda menyerang bahan-bahan organik yang terdapat di dalam lumen-lumen sel kayu dengan memberikan bercak-becak warna biru pada kayu yang diserangnya. Serangan dari cendawan pewarna ini tidak merubah keadaan fisik dari kayu. Selain itu, Zabel dan Morrel (1992), menatakan bahwa serangan cenwan ini biasanya terjadi pada kayu gubal.
Kedua cendawan permukaan merupakan dasar dari serangan cendawan perusak. Cendawan permukaan melakukan serangan di permukaan kayu dengan memakan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam lumen sel.
Selanjutnya, cendawan pewarna atau sering disebut cendawan noda menyerang bahan-bahan organik yang terdapat di dalam lumen-lumen sel kayu dengan memberikan bercak-becak warna biru pada kayu yang diserangnya. Serangan dari cendawan pewarna ini tidak merubah keadaan fisik dari kayu. Selain itu, Zabel dan Morrel (1992), menatakan bahwa serangan cenwan ini biasanya terjadi pada kayu gubal.
Kunjungi juga : Faktor-Faktor Abiotik Perusak Kayu
3. Bor Laut (Marine Borer)
Marine borer atau sering disebut bor laut merupakan invertebrata perusak kayu dan benda keras lainnya yang tedapat di perairan payau dan laut (Firdaus, 1996). Kehidupan marine borer tergantung pada pada selulosa kayu dan plankton sebagai sumber makanannya (Garrat & Hunt, 1986). Serangan marine borer yang terjadi pada kayu akan menimbulkan kerusakan yang cukup serius meskipun kecil.
Serangan marine borer menyebabkan kayu menjadi berlubang yang dibuat secara tegak lurus terhadap serat kayu bahkan pada serangan yang lebih berat akan membuat lubang kayu yang tidak teratur sehingga terlihat seperti sarang lebah (Widagdo, 1993).
Serangan marine borer pada umumnya akan lebih rentan terhadap kayu yang memiliki kerapatan rendah. Hal ini dibuktikan penelitian Rizki et al. yang mengatakan bahwa intensitas serangan marine borer lebih rendah pada kayu yang memiliki kerapatan yang tinggi.
4. Serangga
Serangga merupakan salah satu faktor biotik perusak kayu. Suratmo (1974) menjelaskan bahwa binatang-binatang yang termasuk dalam golongan serangga merupakan perusak hutan dan hasil hutan. Serangga perusak kayu menurut Muin et al. (2009) ditandai dengan bagian mulut yang berbeda yang dapat beradaptasi untuk merubek dan mengunyah bahan padat menjadi partikel.
Serangan serangga pada kayu dapat mencapai dindin sel pada arah melintang. Serangan serangga pada kayu dapat tejadi pada keadaan kayu telah kering atau keadaan basah. Adanya serangan serangga pada kayu disebabkan oleh kayu sebagai sumber air (air bebas dan air terikat), karbon organik, nutrien, nitrogen organik, dan bahan makanan serangga (Muin et al, 2009).
Pustaka:
Bowyer et al. 2003. Forest Products and
Wood Science an Introduction 4th Edition. Iowa State Press a
Blackwell Publ. USA
Firdaus, S. 1996. Identifikasi dan
Intensitas Serangan Bor Laut (Marine Borer) pada Lokasi dan Kedalaman yang Berbeda
di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Garrat, G. A. & Hunt, G. M. 1986.
Pengawetan Kayu (terjemahan). Akademika Pressindo, Jakarta
Herliyana et al. 2011. Schizophyllum
commune Fr. Sebagai Jamur Uji Ketahanan Kayu Standar Nasional Indonesia pada
Empat Jenis Kayu Rakyat: Sengon (P. falcataria), Karet (H. brasiliensis), Tusam
(P. merkusii), Mangium (A. mangium). Jurnal
Silvikultur Tropika 2 (3): 176-180
Muin, et al. 2009. Deteriorasi dan
Perbaikan Sifat Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar
Nurhatia, S. & Nurhayati, A. P. D.
2009. Wood Colour Test of Fisherman’s Boat on Microorganism Linkage in Kangean.
The Journal for Technology and Science 20 (2): 64-67
Rettob, B. B. 1982. Suatu Studi tentang
Sebab dan Akibat Kerusakan Kayu pada Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Milik PT
Inhutani II Manokwari. Skripsi. Universitas Negeri Cendawasih. Manokwari
Rizki
et al. Ketahanan Fiber Plastic Composite (FPC) Termodifikasi terhadap Serangan
Penggerek Laut (Marine Borer) (https://media.neliti.com/media/publications/158264-ID-none.pdf)
diakses pada 7 Mei 2020 pukul 10.30 WIB
Suratmo,
F. G. 1974. Perlinfungan Hutan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tobing,
T. L. 1977. Pengawetan Kayu. Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Widagdo. 1993. Pengaruh Bahan Pengawet
Kreosot terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Jenis Kayu Melalui Uji Serangan Marine
Borers. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Zabel,
R. A & Morrel, J. J. 1992. Wood Microbiology: Decay and its Preservation.
Academic Press, Inc. San Diego.