Pembuluh Kayu | Pengertian, Bentuk, Hubungan dan Isinya
A. Pengertian Sel Pembuluh Kayu
Sel pembuluh kayu merupakan hasil pembelahan sel-sel inisial kambium bentuk kumparan dan merupakan suatu ruas dari suatu jaringan yang lebih panjang yang disebut dengan pembuluh atau unsur pembuluh atau anggota pembuluh. Jaringan pembuluh adalah suatu seri vertikal dari ruas-ruas pembuluh seolah-olah merupakan pipa memanjang vertikal dalam pohon sebab dinding akhir dari tiap-tiap sel pembuluh itu seluruhnya atau sebagian hilang (larut).
Awal perkembangannya, calon sel pembuluh kayu mempunyai dinding primer dan protoplast serta dinding akhirnya belum berperforasi sehingga masih utuh. Pada saat ini sel pembuluh yang mudah pada penampang X bersinggungan dengan 6-8 sel lainnya. Pada bidang x pembuluh mengalami pembesaran sampai beberapa ratus kali besarnya semula, tetapi sel itu terlihat sedikit sekali bertambah panjang sel itu dimungkinkan untuk bertambah besar karena turgor protoplas yang tinggi.
Sesudah dewasa, suatu sel pembuluh yang besar pada penampang X bersinggungan dengan lebih dari 30 sel lainnya hanya mungkin jika sel-sel sekitarnya bergeser terhadap yang lain dan ini bisa terjadi karena lamela tengah pecah atau berubah secara chemis sehingga sel-sel dapat bergeser satu sama lain untuk menyelesaikan diri dengan tegangan jaringan yang ada.
Kunjungi juga : Materi Sifat-Sifat Umum Kayu
Setelah sel pembuluh mencapai ukuran besar yang maksimum, kemudian protoplas membentuk dinding sekunder. Beberapa bagian tertentu yang tidak mengalami penebalan dengan dinding sekunder menjadi noktah.
B. Bentuk dan Besarnya Sel Pembuluh
Sel pembuluh dari lateral samping mempunyai bentuk mulai dari bentuk seperti genderang atau tong sampai ke bentuk yang relatif pendek, memanjang atau linear atau dengan tidak dengan perpanjangan berbentuk lidah pada satu atau kedua ujungnya.
Pada pembentukan sel pembuluh kayu dari inisial kambium terjadi pertambahan panjang dalam arah serat sangat sedikit, sebaliknya pertambahan besar dalam arah tegak lurus serat sangat besar. Meskipun demikian, dalam berbagai jenis pohon memiliki panjang yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena inisial-inisial kambium berbeda-beda panjangnya.
Apabila inisial yang dimaksud sangat panjang, maka sel-sel pembuluh kayu yang terbentuk dengan pembelahan longitudinal inisial akan berukuran panjang. Sebaliknya jika inisial-inisialnya pendek, maka umumnya sel pembuluh kayu berukuran pendek.
Pertambahan besarnya sel terbatas pada bagian tengah dari satu sisi dari inisial kambium, maka sel pembuluh kayu yang terbentuk memiliki 2 tonjolan berupa lidah pada kedua ujungnya. Jika pertambahan besarnya sel terbatas pada bagian tengah dari satu ujung dari inisial kambium, maka sel pembuluh yang terbentuk hanya memiliki lidah pada satu ujungnya saja.
Pada penampang X sel pembuluh kayu nampak seperti pori, karena itu sering disebut pori-pori kayu. Besarnya pori berbeda-beda. Pori yang paling kecil mempunyai diameter sebesar 20 mikron. Selanjutnya, pada quercus di daerah iklim sedang diameter yang terbesar mencapai 300 mikron.
Kunjungi juga : 12 Sifat Fisik Kayu
Mengenal susunan pori kayu daun pada masa sekarang dapat disebutkan, bahwa kayu yang mempunyai susunan tata lingkar hanya terdapat pada daerah iklim sedang belahan bumi utara. Sedangkan di belahan bumi selatan tidak terdapat genus atau bahkan spesies yang sama yang berpori tata lingkar. DI belahan bumi utara akan semakin berpori tata baur jika semakin ke selatan. Jika pembuluh kayu cukup besar, pada permukaan papan terlihat seperti lekukan-lekukan memanjang sejajar arah serat
C. Hubungan Antara Sel-Sel Pembuluh Kayu
Dalam arah longitudinal sel-sel pembuluh kayu mempunyai hubungan langsung satu sama lain karena terbentuknya lubang-lubang sejajar pada dinding-dinding akhir yang dimiliki oleh sel-sel pembuluh kayu yang saling berhubungan itu.
Dinding akhir yang mengalami proses perubahan ini disebut bidang periosasi. Jadi bidang perforasi sebenarnya terdiri atas 2 tengahan bidang yang berlawanan arahnya yang masing-masing dimiliki oleh sel-sel pembuluh kayu yang saling bertemu.
Proses terjadinya bidang perforasi diawali dengan dinding akhir mempunyai 1 noktah sederhana atau noktah setengah halaman atau berhalaman masing-masing berpasangan, atau jumlah noktah berpasangan paralel satu sama lain yang bentuknya sama dan arahnya melintang.
Kemudian selaput noktah itu diabsorpsi dan terbentuklah satu atau beberapa lobang dalam bidang perforasi. Jadi hanya terbentuk satu lobang, maka disebut bidang perforasi sederhana. Sedangkan jika terbentuk lobang-lobang yang paralel bidang perforasi disebut bidang perforasi bentuk tangga.
Bagian tepi bidang perforasi yang masih sisa pada bidang perforasi sederhana disebut bingkai perforasi atau perfomation rim. Sedangkan sisa bidang perforasi bentuk tangga disebut anak tangga perforasi atau perforation bars. Tebal serta banyaknya anak tangga perforasi ini berbeda-beda pada berbagai jenis kayu. sehingga mempunyai nilai dalam pengenalan kayu.
Kunjungi juga : 5 Sifat Kimia Kayu
Dalam beberapa jenis kayu anak tangga itu mempunyai kecenderungan untuk bercabang, sedangkan pada lain jenis mungkin berbentuk jala dalam hal ini bidang-bidang perforasi bentuk jala. Dalam suatu jenis kayu bidang perforasi mungkin seluruhnya sederhana atau keseluruhannya berganda cara atau bentuk jala atau dua tipe itu ada.
Bukti-bukti yang kumpulkan selama tahun 1942-1977 menunjukkan bahwa bidang perforasi bentuk tangga adalah lanjutan dari pada keadaan primitif dikotil. Bidang perforasi semacam ini dalam bentuknya yang sempurna terdapat dalam sel pembuluh kayu dengan dinding akhir yang sangat miring. Sel pembuluh semacam ini biasanya lebih panjang rata-rata yang biasa makin tinggi spesialisasi sel pembuluh jadi semakin pendek dinding akhir semakin melintang sedang perforasi jadi sederhana.
D. Penoktahan Dinding Sel Pembuluh Kayu
Sifat dan banyaknya noktah pada dinding sel pembuluh kayu berbeda-beda dan tergantung pada sel yang bersinggungan dengan sel pembuluh itu di tempat-tempat tersebut. Pasangan noktah antara sel pembuluh dan sel proses yang lainnya biasanya berhalaman.
Berhubungan dengan suatu unsur parenkim pasangannya berhalaman setengah halaman atau sederhana. Tempat hubungan antara sel pembuluh kayu dan jari-jari biasanya sangat mencolok. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan yakni sebagai berikut:
Berkelompok nya noktah-noktah pada bidang singgung antara kedua sel tersebut.
Perbedaan dalam besar dan sifat noktah-noktah yang berhubungan sel pembuluh dengan unsur-unsur longitudinal yang lain.
Sel tumbuh yang panjang mungkin berhubungan dengan jari-jari lebih dari satu kali, sedangkan sel pembuluh yang besar mungkin berhubungan dengan jari-jari pada kedua sisi tangensial. Jelas terlihat pada bidang tangensial sering kali penting dalam diagnosa. Noktah pada pembuluh biasanya sangat berdekatan dan berbeda-beda susunannya menurut jenis kayunya dibedakan menjadi:
- Susunan noktah berseling.
- Susunan noktah berhadapan.
- Susunan noktah linear atau bentuk tangga
Kunjungi juga : Jenis-Jenis Parenkim Kayu
Noktah pada tipe 1 biasanya bulat dan bulat telur jika tidak terlalu rapat. Jika rapat biasanya noktah itu poligonal atau hoktagonal. Noktah yang memiliki ukuran tipis biasanya berbentuk persegi panjang, sedangkan pada tipe ke 3 berbentuk linear dengan arah sumbu melintang sel pembuluh.
E. Penebalan Spiral pada Sel Pembuluh Kayu
Penebalan spiral yang terdapat pada sel pembuluh di beberapa jenis kayu daun ini merupakan penebalan lokal pada lapisan sebelah dalam dari dinding sekunder spiral-spiral nya mungkin horizontal atau miring tajam. Umumnya pada beberapa jenis kayu tropika jarang-jarang menunjukkan adanya penebalan spiral ini
F. Isi Sel Pembuluh Kayu
Ketika sel pembuluh kayu masih ada dalam kayu gubal, air dan larutan bergerak melalui sel ini. Sesudah kayu ini ditebang dan dikerjakan menjadi bahan baku pertukangan, kayu mulai mengering sehingga akhirnya tidak lagi ada cairan dalam rongga sel pembuluh. Hasilnya adalah bahwa sel pembuluh itu mungkin sama sekali kosong atau isinya yang ketinggalan.
Pustaka:
Sunardi. 1977. Ilmu Kayu. Yayasan Pembina Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta