Burung Maleo | Klasifikasi, Habitat dan Ciri-Ciri
Burung Maleo merupakan salah satu jenis burng yang daya tarik tersendiri dibandingkan dengan beberapa jenis burung lainnya. Keunikan dari jenis burung ini adalah telur yang dihasilkan bisa mencapai 5 kali ukuran telur ayam. Selain itu, bulu dengan warna yang khas juga menarik perhatian masyarakat lokal bahkan wisatawan dari mancanegara.
Burung Maleo termasuk ke dalam salah satu jenis burung yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan terhadap jenis burung ini adalah sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kepunahan burung maleo yang semakin lama mengalami penurunan secara signifikan dari habitat aslinya.
Berdasarkan hasil penelitian Karim et al. (2020) di salah satu tempat jenis burung maleo ditemukan tepatnya di Kabupaten Luwu Timur menjelaskan bahwa populasi burung mengalami kecenderungan penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh banyaknya aktifitas manusia di kawasan habitat aslinya. Bahkan menurutnya, populasi burung maleo juga diperburuk dengan mudahnya akses menuju lokasi kawasan habitat burung maleo sehingga secara langsung mengganggu aktivitas burung maleo dala membuat sarang dan bertelur.
Untuk itu, perlindungan terhadap burung maleo tidak hanya dari pemerintah melainkan adanya ikut campur tangan manusia. Hal ini dikarenakan, manusia sebagai salah satu aktor terjadinya kepunahan terhadap jenis burung yang sangat istimewa ini dengan menghentikan pembalakan liar, menghentikan mengambil telur burung maleo, dan berbagai macam kegiatan manusia yang mampu mengancam habitat asli burung maleo. Selanjutnya, perlu adanya informasi lebih lanjut juga terhadap masyarakat terutama bagi para pelajar tentang klasifikasi, habitat, dan ciri-ciri burung maleo sehingga mampu menyampaikan kepada masyarakat dan mempertahankan bahkan meningkatkan populasi burung maleo.
1. Klasifikasi Burung Maleo
Burung Maleo merupakan salah satu jenis burung burrow nester, artinya jenis burung pembuat lubang atau liang sebagai telurnya. Burung Maleo adalah jenis hewan yang memiliki habitat yang khas yakni hanya mampu hidup di dekat pantai berpasir panas atau pegunungan yang notabenenya memiliki sumber mata air panas. Habitat tersebut sebagai salah satu penunjang reproduksi burung Maleo dimana burung Maleo mengerami telurnya dengan cara mengubur telur di dalam tanah atau pasir sampai kedalaman 15 cm (Ruddiah, 2012) dalam Abrar (2020). Argeloo (1994) menegaskan bahwa burung Maleo menetaskan telur dengan menguburnya di pasir pantai yang terkena sinar matahari atau di tanah vulkanik yang cukup panas untuk menetaskan telur.
Kunjungi juga : Klasifikasi, Ciri, Habitat dan Penyebaran Bekantan
Berdasarkan struktur taksonominya, burung Maleo diklasifikasikan sebagai berikut (Hermansyah, 2011).
- Kingdom : Animalia
- Phylum : Chordata
- Class : Aves
- Family : Megapodiidae
- Genus : Macrocephalon
- Species : Macrocephalon maleo Sal Muller 1846
2. Habitat Burung Maleo
Habitat burung Maleo secara almi terdiri dari dua bagian yaitu pantai, hutan mangrove, dan juga hutan dataran rendah. Kegiatan burung Maleo seperti bertelur dan membuat sarang lebih banyak ditemukan di daerah berpasir atau tanah yang hangat. Sedangkan di derah berhutan, burung Maleo menggunakannya sebagai tempat untuk berlindung, kawin, mencari makan dan tidur (Addin, 1992).
Gunawan (1994) selanjutnya menegaskan bahwa urung Maleo dapat ditemukan dan hidup di kawasan hutan dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian mencapai 1.200 meter dpl. Biasanya, untuk berkembang biak burung Maleo turun ke daerah pantai atau kawasan hutan yang terbuka dengan substrat berpasir. Sedangkan pada kawasan pantai, burung Maleo berkembangbiak di belakang mangrove.
Burung Maleo umumnya hidup secara liar di kawasan hutan dataran rendah terutama di semak belukar. Burung Maleo selalu menyembunyikan diri apabila ada sesuatu yang dianggapnya membanhayakan dirinya. Burung Maleo adalah salah satu jenis fauna endemik Indonesia tepatnya di daerah Sulawesi. Tanari et al. (2008) mengugkapkan bahwa burung Maleo tersebar hampir di semua daratan Sulawesi yang meliputi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Selain dari ketiga provinsi tersebut, Muhi et al. (2021) juga menambahkan bahwa burung Maleo juga ditemukan di daerah Sulawesi Selatan.
Kunjungi juga : Klasifikasi, Habitat dan Ciri-Ciri Burung Walet
Di daerah Sulawesi, burung Maleo tersebar di beberapa kawasan konservasi yaitu Suaka Margasatwa Bakirang, Cagar Alam Morowali, Suaka Margasatwa Tanjung Matop, Taman Nasional Lore Lindu, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW), Suaka Marga Satwa Buton Utara Hutan Maligano Kabupaten Muna, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, dan CagarAlam Panua (Muhi et al., 2021).
3. Ciri-Ciri Burung Maleo
Selain dari keunikan telurnya, burung Maleo juga memiliki ciri-ciri lainnya yang tidak kalah unik. Adapun ciri-ciri burung Maleo tersebut adalah sebagai berikut (Abrar, 2020 dan Balai Besar KSDA Sulsel, 2018).
- Burung Maleo memiliki ukuran tubuh yang hampir sama dengan ayam betina piaraan.
- Burung Maleo dibaluti dengan bulu berwarna agak merah jambu keputih-putihan di bagian dada yang disertai dengan bintik-bintik kuning melingkar, sedangkan bulu di bagian lainnya berwarna hitam.
- Disekitar mata burung maleo dikelilingi dengan warna kuning dengan bagian iris matanya berwarna merah kecoklatan.
- Kaki burung Maleo berwarna abu-abu dan terdiri dari 4 jari dengan bentuk menyerupai jari kaki ayam piaraan.
- Burung Maleo berparuh dengan warna jingga.
- Memiliki ekor yang tegak dan kepala yang hampir tidak ditumbuhi bulu atau gundul dengan diikuti tonjolan di bagian belakang kepala.
- Warna telur hampir sama dengan warna telur piaraan pada umumnya.
- Pengeraman telur burung Maleo dilakukan dengan menguburnya di dalam tanah vulkanik atau tanah berpasir sedalam kira-kira 15 cm yang memiliki suhu panas tertentu.
- Burung Maleo betina biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil daripada jantan dan berwarna lebih kelam.
- Burung maleo beraktivitas pada siang hari seperti mencari makan dengan mengais-ngais permukaan tanah dan berbagai aktivitas lainnya, sedangkan pada malam hari akan tidur di pepohonan.
- Burung Maleo biasanya hidup secara berkelompok dan akan berlari di semak untuk bersembunyi dari ancaman bahaya.
Pustaka:
Abrar, M. 2020. Aktivitas Harian
Burung Maleo (Macrocheplaon maleo) di Penangkaran Taman Nasional Lore Lindu
(TNLL) Desa Tuva dan Pemanfaatannya Sebagai Media Pembelajaran. Skripsi.
Universitas Tadulako. Palu
Addin, A. 1992. Karakteristik Mikro
Habitat Tempat Bertelur Burung Maleo (Macrocephalon maleo SAL. Muller 1846)
pada Habitat Alami dalam Upaya Penangkaran di Suaka Margasatwa Buton Utara
Sulawesi Tenggara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Argeloo, M. 1994. The Maleo
Macrocephalon maleo: New Information on the Distribution and Status of
Sulawesi's Endemic Megapode. Bird
Conservation International 4 (4): 383-393.
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan.
2018. Idnetifikasi Spesies Kunci Sulawesi (Maleo-Si anti poligami). Diakses
melalui http://ksdasulsel.menlhk.go.id/post/identifikasi-spesies-kunci-sulawesi-maleo-si-burung-anti-poligami
pada 20 April 2022
Gunawan, H. 1994. Karakteristik Lapangan
Peneluran Alami Burung Maleo (Macrocephelon maleo) di Taman Nasional Dumoga Bone,
Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian
Kehutanan 7 (1): 176-188.
Hermansyah, L. O. 2011. Kajian
Potensi Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Buton Utara dan Keterkaitannya dengan
Masyarakat. Tesis. Universitas Indonesia. Program Studi Kajian Ilmu Lingkungan.
Program Pascasarjana. Jakarta.
Karim, H. A., Nadjib, N. N.,
Darman, D. & Alam, A. 2020. Pendugaan Populasi dan Perilaku Bertelur Burung
Maleo (Macrochepalon maleo) di TWA Danau Towuti Kabupaten Luwu Timur. Gorontalo Journal of Forestry Research 3
(2): 99-113.
Muhi, F., Baderan, D. W. K. B.
& Ibrahim, M. 2021. Tingkah Laku Bertelur dan Karakteristik Fisik Sarang
Maleo (Marcocephalon maleo) di Cagar
Alam Panua Desa Maleo Kecamatan Paguat. Metamorfosa: Journal of
Biological Sciences 8 (2): 326-335.
Tanari, M. 2008. Karakteristik Habitat, Morfologi dan Genetik Serta Pengembangan Teknologi Penetasan Ex Situ Burung Maleo (Macrocephalon maleo Sal. Muller 1846) Sebagai Upaya Meningkatkan Evektivitas Konservasi. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor